Kejati DKI Jakarta Klarifikasi Penerapan Restorative Justice Tentang Kasus

Jakarta | riauindependen.co.id | Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta jumpa press, bertempat di Gedung IM2 Jalan Kebagusan Raya No. 36 pasar minggu Jakarta Selatan DKI Jakarta, Jumat (17/3/2023).

Sebagaimana Pemberitaan yang sedang hangat perbincangan dan  beredar di media saat ini, terkait dengan penerapan Restorative Justice (RJ) dalam kasus penganiayaan dengan Korban Cristalino David Ozora, dengan ini kami sampaikan klarifikasi sebagai berikut:

Restorative Justice hanya dapat dilaksanakan apabila ada pemberian maaf oleh korban atau keluarga, jika tidak ada otomatis tidak ada upaya Restorative Justice dalam tahap penuntutan.

Untuk Tersangka Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas Rotua Pangodian Lumbantoruan tertutup peluang untuk diberikan Penghentian penuntutan melalui RJ karena menyebabkan akibat langsung korban sampai saat ini tidak sadar / luka berat, sehingga ancaman hukumannya lebih dari batas maksimal RJ, dan menjadikan Penuntut Umum untuk memberikan hukuman yang berat atas perbuatan yang sangat keji tersebut.

Salah satu statement Kejati DKI Jakarta memberikan peluang untuk menawarkan memberikan diversi kepada Anak AG yang berkonflik dengan hukum semata-mata hanya mempertimbangkan masa depan anak sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak, oleh karena perbuatan yang bersangkutan tidak secara langsung melakukan kekerasan terhadap korban, namun apabila korban dan keluarga tidak memberikan uapaya damai khusus terhadap pelaku anak AG yang berkonflik dengan hukum maka uapaya Restoratif Justice tidak akan dilakukan.

Kehadiran Kajati DKI Jakarta dan tim penuntut umum di rumah sakit semata-mata ungakapan rasa empaty sebagai penegak hukum sekaligus memastikan bahwa perbuatan para terdakwa sangat layak untuk diberikan hukuman yg berat.

Dengan demikian, pemahaman dan tujuan yang dilaksanakan dalam penerapan Restorative Justice tersebut terhadap kasus yang terjadi untuk diperhatikan, agar tidak terjadi  kesimpangsiuran dalam pemberitaan dimata publik.(**)

Editor : red




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *