Jakarta | riauindependen.co.id | Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 8 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, Rabu 29 Maret 2023, yaitu:
Tersangka RILPAN alias IPANG dari Cabang Kejaksaan Negeri Toli-Toli di Bangkir yang disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka ILMUDDIN HERMANSYAH alias MUDIN dari Kejaksaan Negeri Palu yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka I HABIL SYAH RAMADHAN alias HABIL dan Tersangka II RAHMAT HIDAYAT alias TEMBA dari Kejaksaan Negeri Palu yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Tersangka ARIF SANTOSA als SURIP bin PAIMO dari Kejaksaan Negeri Wonogiri yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka KASMURI bin MATSOKO dari Kejaksaan Negeri Kudus yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka FAHRUDIN als BUJANG bin MARJONO dari Kejaksaan Negeri Bangka Tengah yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka I M. HERMAN alias LILIK bin MUKHTAR dan Tersangka II HENDRI alias SINAK bin SUGIONO dari Kejaksaan Negeri Subulussalam yang disangka melanggar Pasal 107 huruf d Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Tersangka JOKO dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang yang disangka melanggar Pasal 50 Ayat (3) huruf m jo. Pasal 78 Ayat (12) Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Dengan alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Dalam proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2).
Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.**
Editor : red