Konstitusionalitas Jaksa Sebagai Penyidik Tindak Pidana Korupsi

Jakarta | riauindependen.co.id | Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merugikan negara dan masyarakat secara luas.

Oleh karena itu, penanganan yang efektif dan efisien terhadap tindak pidana korupsi menjadi sangat penting. Dalam konteks ini, tindak pidana korupsi yang merupakan extra ordinary crimes membutuhkan extra ordinary enforcement yang berbeda.

Pemerintahan pasca reformasi merespon ini dengan membangun Komisi Pemberantasan Korupsi yang diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan sekaligus penuntutan tindak pidana korupsi dalam satu atap pada tahun 2002.

Pemerintah kemudian juga memberikan kewenangan serupa kepada Kejaksaan dalam melakukan penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi. Hasilnya dapat dilihat bahwa pemberantasan korupsi jauh lebih efekftif di tangan KPK dan Kejaksaan dibanding dengan penanganan serupa secara terpisah sebagaimana diatur dalam KUHAP yang diundangkan pada masa Orde Baru tahun 1981.

Sebagaimana dilaporkan oleh Indonesia Corruption Watch pada tahun 2022 terdapat 579 kasus korupsi yang telah ditindak di Indonesia atau meningkat 8,63% dibandingkan pada tahun sebelumnya sebanyak 533 kasus.

Dari jumlah tersebut, Kejaksaan menangani sebanyak 405 kasus dengan 909 orang ditetapkan sebagai tersangka dan potensi kerugian keuangan negara yang ditimbulkan sebesar Rp.39.207.812.602.078 (Rp 39,2 Triliun). Sementara itu, Kepolisian menangani sebanyak 138 kasus korupsi dengan tersangka sebanyak 337 orang.

Potensi kerugian negara yang berhasil disidik oleh Korps Bhayangkara tersebut adalah sebesar Rp1.327.532.895.638 (Rp 1,327 Triliun).

Sedangkan kasus yang disidik oleh KPK sebanyak 36 kasus korupsi dengan jumlah tersangka sebanyak 150 orang dan kerugian negara sebesar Rp2.212.202.327.333 (Rp 2,212 Triliun).

Dari data ini memperlihatkan bagaimana Kejaksaan dengan kewenangan penyidikannya menjadi tulang punggung pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini.

Data yang disampaikan oleh Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan se-Indonesia menggambarkan seberapa besar volume perkara yang ditangani oleh kejaksaan. Dalam tahun 2022, terdapat ribuan perkara yang diterima untuk ditindaklanjuti. Jumlah ini menunjukkan seberapa seriusnya Kejaksaan dalam menangani tindak pidana korupsi. Penyidikan, yang merupakan tahap penting dalam proses penanganan perkara korupsi, telah mencapai angka 1.689 perkara.

Angka ini menunjukkan komitmen dan keberhasilan Kejaksaan dalam memastikan bahwa tindak pidana korupsi tidak luput dari penyidikan yang baik.

Salah satu indikator penting dari keberhasilan penanganan perkara korupsi adalah pemulihan kerugian keuangan negara. Jajaran Pidsus se-Indonesia berhasil menyelamatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 2.769.609.281.880,33.

Angka yang fantastis ini menunjukkan bahwa Kejaksaan memiliki peran yang signifikan dalam mengambil tindakan untuk memulihkan dana yang telah dirugikan oleh tindak pidana korupsi. Pemulihan kerugian keuangan negara ini tidak hanya memberikan keadilan bagi negara, tetapi juga memastikan bahwa koruptor tidak dapat menikmati hasil dari kejahatan mereka.

Selain itu, kewenangan Kejaksaan dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi juga ditunjukkan oleh aset-aset yang berhasil disita. Dalam satu tahun, aset yang telah disita mencakup jumlah yang mencengangkan. Aset tersebut meliputi jumlah uang yang mencapai Rp21.141.185.272.031,90, US$11.400.813,57, dan SG$646,04.

Selain itu, terdapat juga 64 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Riau, Jakarta, dan Jawa Barat, 22 unit apartemen di Singapura, 1 properti di Australia, serta 24 kapal dan beberapa mobil mewah. Penyitaan aset-aset ini menunjukkan kemampuan Kejaksaan dalam menghancurkan jaringan korupsi dan memastikan bahwa kekayaan yang diperoleh melalui tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digunakan oleh pelaku kejahatan.

Ini menunjukkan penyidikan tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan adalah hal yang sangat penting bagi negara dalam memerangi korupsi.

Kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi adalah langkah yang sangat positif. Dari data yang disajikan di atas, dapat dilihat betapa besar dampak yang dapat diberikan oleh Kejaksaan dalam menangani kasus korupsi. Tidak mengherankan jika kemudian kewenangan penyidikan Kejaksaan ini berulangkali digugat di Mahkamah Konstitusi dan tercatat berulangkali pula ditolak.

Secara tegas ini menunjukkan kewenangan penyidikan Kejaksaan dalam tindak pidana korupsi telah sesuai dengan semangat konstitusi, pungkasnya.(red)

Sumber :
Fachrizal Afandi, S.Psi.,S.H.,M.H.,Ph.D
(Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *