Jakarta | riauindependen.co.id | Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 24 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, Rabu (9/8/2023), yaitu:
Tersangka Junaedi bin Rabadi dari Kejaksaan Negeri Kota Cirebon, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Sofiyan bin Jenal dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya, yang disangka melanggar Pasal 480 Ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Siti Aishah binti Acep dari Kejaksaan Negeri Depok, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Yudha Wira Pratama als Yudha bin Wirmansyah dari Kejaksaan Negeri Depok, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Rastapa alias Tapak bin (Alm) Darta dari Kejaksaan Negeri Indramayu, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Tersangka Ela binti Rastapa dari Kejaksaan Negeri Indramayu, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Tersangka Noto Adi Lueh alias Noto dari Kejaksaan Negeri Belawan, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Jumintar Simangunsong dari Kejaksaan Negeri Labuhanbatu, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Septian Satria alias Tian dari Kejaksaan Negeri Labuhanbatu Selatan, yang disangka melanggar Primair Pasal 44 Ayat (1) Subsidair Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Tersangka Daniel Parulian Simbolon alias Ace dari Kejaksaan Negeri Sibolga, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan jo. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.
Tersangka Hasdam bin Sese dari Kejaksaan Negeri Bontang, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) atau (2) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Tersangka Nardi bin Asir Saputra dari Kejaksaan Negeri Bontang, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Reski alias Rombe bin Ahmad dari Kejaksaan Negeri Bulungan, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) atau (2) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Tersangka Renaldy Putra Sadra Davince alias Berayen bin Doddy Sandra DJ dari Kejaksaan Negeri Nunukan, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.
Tersangka Harun Jain alias Jain bin Abdulah dari Kejaksaan Negeri Tarakan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Vindha Triana Budiarti SE binti Setiyo dari Kejaksaan Negeri Bojonegoro, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka RIP alias Bu Ikhwan dari Kejaksaan Negeri Jember, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Kusnadi Eko Prasetyo bin Sutardji dari Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan/atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Tersangka Moh. Anwar bin Sudahri dari Kejaksaan Negeri Sumenep, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Agung Irawan bin (Alm) Sukarjo dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Tersangka Mitha Maulina Agustin binti Sumarto dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka I Ferawati Latarisa dan Tersangka II SURYATI LATARISA dari Kejaksaan Negeri Tual, yang disangka melanggar Pasal Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP atau Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan.
Tersangka Lestari Tamher alias Lestari dari Kejaksaan Negeri Tual, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Jefri Fret Kowa Askaroba alias Jef dari Kejaksaan Negeri Mimika, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.*(r)